Teknologi

Kewarganegaraan Digital: Bagaimana Sistem 'Social Credit' Digunakan untuk Mengontrol Warga

Investigasi tentang dampak sistem skor sosial terhadap kebebasan individu dan bagaimana teknologi serupa mulai diadopsi secara halus di negara lain.

A
Alex Petrov
Penulis
4 menit baca
Kewarganegaraan Digital: Bagaimana Sistem 'Social Credit' Digunakan untuk Mengontrol Warga

Tentu, ini adalah artikel lengkap berdasarkan front matter yang Anda berikan.

title: “Kewarganegaraan Digital: Bagaimana Sistem ‘Social Credit’ Digunakan untuk Mengontrol Warga” date: 2025-10-14 categories: [“Teknologi”, “Hak Asasi Manusia”] tags: [“Pengawasan Digital”, “Social Credit System”, “Privasi”, “Tiongkok”] image: “/images/digital-surveillance.jpeg” description: “Investigasi tentang dampak sistem skor sosial terhadap kebebasan individu dan bagaimana teknologi serupa mulai diadopsi secara halus di negara lain.” author: “Alex Petrov” author_bio: “Peneliti privasi digital dan mantan fellow di Cyber Policy Initiative.” Di era digital, konsep kewarganegaraan tidak lagi terbatas pada kepemilikan paspor atau hak pilih. Setiap klik, setiap pembelian, setiap interaksi online, kini menjadi bagian dari jejak digital yang mendefinisikan siapa kita. Namun, di beberapa negara, jejak ini tidak lagi hanya menjadi data—ia telah menjadi dasar untuk sebuah sistem kontrol sosial yang ambisius dan mengkhawatirkan: Sistem Kredit Sosial (Social Credit System).

Dipimpin oleh Tiongkok, sistem ini adalah sebuah eksperimen raksasa dalam rekayasa sosial, yang bertujuan untuk menciptakan “warga negara yang dapat dipercaya” dengan memberi skor pada hampir setiap aspek kehidupan mereka. Ini adalah sebuah investigasi tentang bagaimana teknologi pengawasan yang canggih digunakan untuk memberi penghargaan pada kepatuhan dan menghukum penyimpangan, serta bagaimana logika di baliknya mulai menyebar secara halus di seluruh dunia.

Arsitektur Pengawasan: Bagaimana Skor Dihitung?

Inti dari Sistem Kredit Sosial adalah pengumpulan data massal secara terus-menerus. Sistem ini mengintegrasikan data dari berbagai sumber untuk membangun profil komprehensif dari setiap individu dan perusahaan. Data ini mencakup:

Data Finansial: Riwayat pembayaran tagihan, pinjaman, dan kebiasaan belanja.

Data Pemerintah: Catatan kriminal, pelanggaran lalu lintas, dan kepatuhan terhadap peraturan.

Data Online: Aktivitas di media sosial, komentar di forum, dan bahkan riwayat pencarian.

Data Publik: Pengamatan dari jaringan kamera CCTV yang dilengkapi dengan teknologi pengenalan wajah untuk mendeteksi perilaku seperti menyeberang jalan sembarangan atau merokok di area terlarang.

Semua data ini kemudian diolah oleh algoritma untuk menghasilkan sebuah “skor kredit sosial.” Perilaku yang dianggap positif, seperti membayar pajak tepat waktu, melakukan pekerjaan sukarela, atau memuji pemerintah secara online, akan meningkatkan skor. Sebaliknya, perilaku negatif—seperti tidak membayar denda, menyebarkan “berita palsu,” atau bahkan terlalu banyak bermain video game—akan menurunkan skor tersebut.

Hadiah dan Hukuman: Kehidupan di Bawah Algoritma

Dampak dari skor ini sangat nyata dan secara langsung memengaruhi kualitas hidup seseorang. Ini adalah sistem gamifikasi kepatuhan, di mana hadiah dan hukuman didistribusikan secara otomatis.

Bagi mereka yang memiliki skor tinggi (Warga Tepercaya):

Akses lebih mudah ke pinjaman bank dan hipotek.

Prioritas dalam pendaftaran sekolah atau lamaran pekerjaan.

Proses persetujuan perjalanan yang lebih cepat.

Diskon untuk transportasi umum dan bahkan “deposit-free” untuk menyewa barang.

Bagi mereka yang memiliki skor rendah (Warga Tak Tepercaya): Hukumannya jauh lebih berat dan dirancang untuk menciptakan isolasi sosial dan ekonomi.

Larangan Bepergian: Jutaan orang telah dilarang membeli tiket pesawat atau kereta cepat karena skor rendah.

Kecepatan Internet yang Lebih Lambat: Pembatasan bandwidth sebagai bentuk hukuman.

Akses Terbatas ke Layanan Publik: Kesulitan mendapatkan pekerjaan di sektor publik, layanan sosial, atau bahkan menyekolahkan anak di sekolah tertentu.

Public Shaming: Nama dan wajah individu dengan skor rendah dapat ditampilkan di papan reklame publik atau di dalam aplikasi sebagai peringatan bagi orang lain.

Penyebaran Global yang Halus

Meskipun Tiongkok adalah contoh yang paling ekstrem, logika di balik Sistem Kredit Sosial—yaitu memberi skor pada perilaku untuk menentukan akses ke layanan—mulai muncul dalam bentuk yang lebih halus di negara-negara demokrasi.

Skor Kredit Finansial yang Diperluas: Beberapa perusahaan pemeringkat kredit di Barat mulai menjajaki penggunaan data non-tradisional, seperti tagihan utilitas atau bahkan jejak digital, untuk menentukan kelayakan kredit seseorang.

Ekonomi Gig dan Sistem Reputasi: Platform seperti Uber atau Airbnb menggunakan sistem peringkat dua arah yang secara efektif menciptakan skor reputasi. Seorang pengemudi dengan peringkat rendah dapat “dinonaktifkan” dari platform, kehilangan mata pencahariannya.

Program “Kota Cerdas” (Smart City): Banyak kota di seluruh dunia mengadopsi jaringan sensor dan kamera untuk mengelola lalu lintas dan layanan publik. Meskipun bertujuan untuk efisiensi, teknologi ini menciptakan infrastruktur pengawasan massal yang dapat dengan mudah disalahgunakan.

Pergeseran ini mengaburkan batas antara evaluasi finansial, reputasi online, dan perilaku warga negara. Ia secara perlahan menormalkan gagasan bahwa hak dan kesempatan kita dapat ditentukan oleh skor yang dihitung secara algoritmik, seringkali tanpa transparansi atau proses banding yang jelas. Infrastruktur untuk kontrol sosial digital sedang dibangun di mana-mana, seringkali dengan dalih kenyamanan dan keamanan, memicu pertanyaan mendesak tentang masa depan privasi dan kebebasan individu di era digital.

A

Alex Petrov

Peneliti privasi digital dan mantan fellow di Cyber Policy Initiative.

Komentar